Asmo Sulsel - Menjadi komponen wajib pakai buat pengendara sepeda motor, helm tak bisa sembarangan dibuat atau didesain. Guna melakukan standarisasi, maka Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah memiliki acuan sendiri melalui Standar Nasional Indonesia (SNI).
Hal ini tertuang dalam ketentuan SNI 1811-2007, dan amandemennya, yakni SNI 1811-2007/Amd:2010, tentang Helm Pengendara Kendaran Roda Dua.
Adapun penetapan standarisasi tersebut bertujuan untuk menjamin mutu helm yang beredar di pasaran. Mulai dari segi konstruksi helm, meterial, dan mutunya, yang berlaku untuk jenis helm open face atau full face.
Terkait syarat mutu, material helm harus memenuhi tiga ketentuan, yakni :
1. Dibuat dari bahan yang kuat dan bukan logam, tidak berubah jika ditempatkan di ruang terbuka pada suhu 0 derajat Celsius sampai 55 derajat Celsius selama paling sedikit 4 jam dan tidak terpengaruh oleh radiasi ultra violet, serta harus tahan dari akibat pengaruh bensin, minyak, sabun, air, deterjen dan pembersih lainnya. Konstruksi helm SNI.(Badan Standardisasi Nasional)
2. Bahan pelengkap helm harus tahan lapuk, tahan air dan tidak dapat terpengaruh oleh perubahan suhu.
3. Bahan-bahan yang bersentuhan dengan tubuh tidak boleh terbuat dari bahan yang dapat menyebabkan iritasi atau penyakit pada kulit, dan tidak mengurangi kekuatan terhadap benturan maupun perubahan fisik sebagai akibat dari bersentuhan langsung dengan keringat, minyak dan lemak si pemakai.
Sementara untuk konstruksinya, helm harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Helm harus terdiri dari tempurung keras dengan permukaan halus, lapisan peredam benturan dan tali pengikat ke dagu.
2. Tinggi helm sekurang-kurangnya 114 mm diukur dari puncak helm ke bidang utama, yaitu bidang horizontal yang melalui lubang telinga dan bagian bawah dari dudukan bola mata.
3. Keliling lingkaran bagian dalam helm adalah S (antara 500 mm– 540 mm, M (540 mm – 580 mm), L (580 mm – 620 mm), XL (lebih dari 620 mm).
4. Tempurung terbuat dari bahan yang keras, sama tebal dan homogen kemampuannya, tidak menyatu dengan pelindung muka dan mata serta tidak boleh mempunyai penguatan setempat.
5. Peredam benturan terdiri dari lapisan peredam kejut yang dipasang pada permukaan bagian dalam tempurung, dengan tebal sekurang-kurangnya 10 mm dan jaring helm atau konstruksi lain yang berfungsi seperti jaring helm.
6. Tali pengikat dagu lebarnya minimal 20 mm dan harus benar-benar berfungsi sebagai pengikat helm ketika dikenakan di kepala dan dilengkapi dengan penutup telinga dan tengkuk, Konstruksi helm half face yang sesuai SNI.
7. Tempurung tidak boleh ada tonjolan keluar yang tingginya melebihi 5 milimeter dari permukaan luar tempurung dan setiap tonjolan harus ditutupi dengan bahan lunak dan tidak boleh ada bagian tepi yang tajam.
8. Lebar sudut pandang sekeliling sekurang-kurangnya 105 derajat pada tiap sisi dan sudut pandang vertikal sekurang-kurangnya 30 derajat di atas dan 45 derajat di bawah bidang utama.
9. Helm harus dilengkapi dengan pelindung telinga, penutup leher, pet yang bisa dipindahkan, tameng atau tutup dagu.
Melansir dari laman resmi BSN, untuk standar SNI sendiri mengacu pada standar internasional Rev. 1/add. 21/Rev.4 dari E/ECE/324 dan E/ECE/TRANS/505, yang juga mengacu pada ketentuan Economic Community of Europe (ECE) yang diadopsi oleh lebih dari 50 negara di dunia.