NEWS
DETAILS
Selasa, 22 Nov 2022 11:11 - Ikatan Motor Honda Makassar

Enrekang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) yang memiliki hamparan pegunungan yang luas. Salah satunya yang cukup terkenal yakni hamparan Gunung Nona Bambapuang yang selalu menjadi titik istirahat untuk banyak komunitas sepeda motor yang melakukan turing terutama dengan rute yang melewati Kabupaten Enrekang.

Namun dibalik keunikan yang dimilikinya itu, Gunung Nona Bambapuang atau lebih dikenal oleh masyarakat Sulsel dengan sebutan Buntu Kabobong punya cerita tersendiri yang hingga saat ini masih dijaga kesakralannya.

Kakek Aswar, warga asli Kabupaten Enrekang, yang tempat tinggalnya tak jauh dari kaki gunung tersebut mengatakan, keunikan bentuk permukaan Buntu Kabobong tak serta merta jadi begitu saja. 

Menurut cerita rakyat yang ada, kata dia, di mana kala itu tepatnya di kaki gunung terdapat sebuah kerajaan yang disebut Kerajaan Tindalun. Kerajaan tua itu memiliki masyarakat yang didukung dengan kesuburan alamnya.

Suatu ketika muncul sesosok anak yang wajahnya sangat tampan dan kulitnya yang putih dan bersih. Anak itu diyakini datang dari langit atau masyarakat menyebutnya dengan istilah To Mellao Ri Langi.

Anak itu pertama kali ditemukan oleh seorang ibu yang berparas cantik bernama Masaang, warga dari Kampung Tindalun.

Kelebihan bentuk fisik atau masyarakat menyebutnya To Malabbi yang dimiliki anak tersebut, membuat kagum Masaang dan masyarakat lainnya. Sehingga masyarakat pun membawa anak itu ikut bersama pulang ke kampung Tindalun dan dibesarkan oleh Masaang.

Selang beberapa tahun dalam pemeliharaan Masaang, anak itu tumbuh menjadi dewasa dan kemudian dijodohkan dengan putri raja dari Kerajaan Tindalun yang juga tak kalah cantiknya.

Keduanya pun memulai hidup berumah tangga dan pada akhirnya dikarunia seorang anak laki-laki yang dinamakan Kalando Palapana.

Namun dibalik kesuburan alam yang diberikan Tuhan tersebut, membuat masyarakat Tindalun yang hidup di kawasan Gunung Nona Enrekang itu lupa diri. Hidup dalam keadaan hura-hura bahkan perilakunya di luar dari batasan-batasan norma agama maupun adat yang berlaku kala itu.

Karena kegelisahan terus menghantui, raja pun mengumpulkan seluruh tokoh adat dan agama kala itu untuk membahas upaya yang akan dilakukan agar masyarakat Tindalun sadar dan meninggalkan perilaku yang mereka lakukan tanpa batasan lagi.

Tuhan murka dan menurunkan kutukannya kepada masyarakat Tindalun. Salah satu di antaranya ada yang dikutuk menjadi bukit yang menyerupai alat kelamin wanita tersebut.

Jadi begitu ceritanya yang ada. Intinya ada pesan moral dari bentuk gunung tersebut. Pun ketika Brosis sedang turing ada baiknya untuk tetap menghargai dan menghormati adat istiadat ataupun norma yang ada diwilayah yang Brosis lalu serta tetap mengutamakan keselamatan berlalu lintas Brosis.

RELATED
NEWS